Salah satu aspek terpenting dalam upaya pemberantasan korupsi ialah pemanfaatan kajian ilmiah dan jurnal integritas. Dalam era informasi ini, penting untuk memanfaatkan pendekatan yang berbasis pada bukti dan analisis mendalam guna mengatasi tantangan besar yang dihadapi dalam melawan korupsi.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardiana, dalam kegiatan Anti Corruption Talk (ACT!) 2024 di Auditorium Telkom University Gedung Damar, Kota Bandung, Jumat (9/8).
“Hari ini beberapa penulis di Jurnal Integritas KPK diundang untuk memaparkan hasil penelitian dan didiskusikan bersama. Ini salah satu upaya yang kita coba untuk mengimbangi regenerasi koruptor, sehingga tumbuh generasi-generasi antikorupsi,” ucap Wawan di hadapan 300 peserta.
Sementara itu, Wawan juga menyinggung Pilkada 2024 yang masih sangat rentan terhadap politik uang. Menurutnya, korupsi politik uang saat ini sudah sangat vulgar.
“Korupsi di Pilkada itu tinggi, 4 provinsi yang didatangi Bus Antikorupsi yakni Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten, memiliki indeks kerawanan korupsi yang tinggi di Pilkada,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Bus Antikorupsi masih membawa pesan anti politik uang “Hajar Serangan Fajar" di tahun politik 2024, untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai potensi terjadinya state capture corruption.
Di kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Admisi, Kemahasiswaan dan Alumni Telkom University Dida Diah Damajanti, mengajak seluruh peserta yang hadir untuk bersama-sama melawan korupsi, sebab pemberantasan korupsi bukan hanya pekerjaan KPK saja.
“Korupsi adalah hambatan utama bagi perkembangan ekonomi, sosial, dan demokrasi. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bagaimana meningkatkan kesadaran bahwa korupsi berbahaya, karena menjadi koruptor itu tidak tiba-tiba, tapi dimulai dari hal yang kecil lama-lama menjadi biasa dan wajar,” terang Diah.
Lebih lanjut, kerja sama KPK dan Telkom University sudah terjalin sejak tahun 2019 melalui keberadaan KPK Corner di Open Library Tel-U. Keberadaan KPK Corner diharapkan bisa memantik semangat mahasiswa guna menemukan literatur subjek antikorupsi, dan berdiskusi tentang gagasan dan analisa pemberantasan korupsi yang dituangkan melalui artikel ilmiah.
Para pemateri dari latar belakang yang berbeda memberikan rekomendasi dari keahliannya dengan topik: Mengenali dan mendeteksi pola korupsi pada desa di Indonesia; Penjatuhan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia dalam perspektif utilitarianisme; Peran uang digital untuk antikorupsi: peluang dan tantangannya; dan Survei Integritas Pendidikan.
Pengukuran Integritas Pada Sektor Pendidikan
Kasatgas II Direktorat Jejaring Pendidikan KPK Sari Angraeni memaparkan, secara umum, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang Januari 2016-September 2021 menimbulkan kerugian negara Rp1,6 triliun.
“Masyarakat Indonesia saat ini semakin permisif terhadap korupsi, menurut Indeks Perilaku Antikorupsi 2023-2024, memanfaatkan hubungan keluarga untuk kemudahan proses penerimaan siswa dan mahasiswa baru dianggap wajar oleh masyarakat” tutur Sari.
Maka dari itu, semua elemen dalam ekosistem pendidikan harus dilakukan pendekatan, tak cukup hanya guru/dosen saja, melainkan mulai dari rektor hingga kementerian pendidikannya. Sari menambahkan, keberhasilan pendidikan antikorupsi bisa terlihat dari seberapa banyak masyarakat yang menganggap korupsi itu bukanlah hal yang wajar.
Di samping itu, ICW mencatat jumlah kasus korupsi di tingkat desa paling besar di sepanjang tahun 2023. Jika dibandingkan dengan jumlah desa yang secara keseluruhan mencapai 75.265 desa di seluruh Indonesia, jumlah kasus korupsi yang berhasil terpantau tergolong kecil. Meski demikian, penting ditekankan bahwa hal ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es.
Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hepnu Nur Prihatmanto memberikan rekomendasi bagi pencegahan korupsi desa, yakni perlunya sistem pendeteksian dan pencegahan korupsi yang dapat dipahami oleh masyarakat desa, dan ditetapkannya suatu lembaga yang melakukan audit dan monitoring atas kebijakan pencegahan korupsi secara berkelanjutan di tingkat desa.
Pada sesi berikutnya, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Telkom University Andry Alamsyah mengungkapkan penting bagi masyarakat memiliki uang digital untuk melawan korupsi. Pertama adalah transparency dan traceability yakni adanya catatan yang membuat semua orang transparan dan mudah diaudit, kemudian mengurangi transaksi cash.
“Kemudian financial inclusion and accountability, termasuk transfer bantuan sosial tidak lewat desa, yang terakhir adalah mengurangi shadow economy. Jadi antikorupsi harus menjadi prioritas utama, dan teknologi adalah alat yang memberdayakan transparansi serta akuntabilitas, memastikan setiap transaksi bersih dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Andry.